Melihat situasi krisis ekonomi dan geopolitik di dunia yang belum kunjung selesai, membuat banyak sektor mengalami kerugian dan harus beradaptasi dengan kondisi sulit seperti naiknya harga dan keterlangkaan bahan baku komoditi terutama bahan dasar pupuk kimia. Negara Indonesia terutama yang bergantung besar pada komoditi pertanian tentunya terdampak dari kenaikan dan kelangkaan pupuk kimia ini. Walhasil, sebagian besar petani yang menjadi garda terdepan sektor pertanian mengalami penurunan kualitas maupun kuantitas panen akibat kejadian tersebut. Oleh karena itu, situasi sulit ini menjadi momentum tepat untuk mencari alternatif yang mampu dilakukan oleh petani untuk mengatasi kelangkaan dan kenaikan harga pupuk.
Dilandasi dari model Pertanian Berkelanjutan, dengan memanfaatkan sumber daya lahan, air dan bahan tanaman agar lestari, ekonomis dan menguntungkan, EWINDO bekerjasama dengan BRIN melalui proyek pembuatan reaktor Pupuk Organik Hayati mengawali perubahan positif dalam mengatasi kelangkaan dan mahalnya pupuk saat ini. Pupuk Organik Hayati adalah bukan sebagai pengganti pupuk kimia namun sebagai komplemen dari pupuk kimia. Dengan memanfaatkan mikrobia yang baik untuk membantu penyerapan nutrisi lebih baik lagi. Acara ini diselenggarakan di Desa Jambewangi Kecamatan Sempu, secara simbolis oleh Deputy Managing Director EWINDO, Afrizal Gindow dan didampingi oleh Director of Seed Operations Ewindo, Joko Sareh Utomo. Dalam acara tersebut, para petani yang berpartisipasi mendapatkan kesempatan untuk melihat langsung dan mencoba membuat pupuk organik hayati di lokasi.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari lokasi reaktor pupuk organik hayati lainnya ditemukan bahwa penggunaannya mampu meningkatkan produksi cabai hingga 11 ton per hektare (ha), lebih besar dari produksi sebelumnya yaitu 9 ton per ha. Diharapkan di tahun 2023, reaktor pupuk organik hayati akan bertambah di berbagai lokasi membutuhkan lainnya di Indonesia dan keberadaan reaktor ini menjadi salah satu pusat alih teknologi dan inovasi pertanian.